Pengertian
Kepemimpinan
Dalam bahasa
Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun,
raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam
konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan
memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin".
Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pemimpin
adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran
formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu
memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan,
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu
kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".
Arti pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang ,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini
Kartono, 1994 : 181).
Pemimpin
jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER", yang
mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah
:
·
Loyality
Seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas
rekan kerjanya dan
memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
·
Educate
Seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi
rekan-rekannya dan mewariskan
tacit knowledge pada rekan-rekannya.
tacit knowledge pada rekan-rekannya.
·
Advice
Memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang
ada
·
Discipline
Memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan
menegakkan kedisiplinan
dalam setiap aktivitasnya.
dalam setiap aktivitasnya.
Tugas
Pemimpin
Menurut
James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:
1.
Pemimpin
bekerja dengan orang lain :
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
2.
Pemimpin
adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas):
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas
menjalankan tugas,
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.
3.
Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan
prioritas :
Proses kepemimpinan
dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
4.
Pemimpin
harus berpikir secara analitis dan konseptual :
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang
analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan
akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadf lebih jelas
dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5.
Manajer
adalah forcing mediator :
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi.
Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).
6.
Pemimpin
adalah politisi dan diplomat:
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan
kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim
atau organisasinya.
7.
Pemimpin
membuat keputusan yang sulit :
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
Menurut
Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :
1.
Peran
huhungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang
dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
2.
Fungsi Peran
informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
3.
Peran
Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber
alokasi, dan negosiator.
Kriteria
Seorang Pemimpin
Pimpinan
yang dapat dikatakan sebagai pemimpin setidaknya memenuhi beberapa
kriteria,yaitu :
1.
Pengaruh :
Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki
orang-orang yang mendukungnya yang turut membesarkan nama sang pimpinan.
Pengaruh ini menjadikan sang pemimpin diikuti dan membuat orang lain tunduk
pada apa yang dikatakan sang
pemimpin. John C. Maxwell, penulis buku-buku kepemimpinan pernah berkata:
Leadership is Influence (Kepemimpinan adalah soal pengaruh). Mother Teresa dan Lady Diana adalah contoh kriteria seorang pemimpin yang punya pengaruh.
pemimpin. John C. Maxwell, penulis buku-buku kepemimpinan pernah berkata:
Leadership is Influence (Kepemimpinan adalah soal pengaruh). Mother Teresa dan Lady Diana adalah contoh kriteria seorang pemimpin yang punya pengaruh.
2.
Kekuasaan/power
:
Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang lain
karena dia
memiliki kekuasaan/power yang membuat orang lain menghargai keberadaannya. Tanpa kekuasaan atau kekuatan yang dimiliki sang pemimpin, tentunya tidak ada orang yang mau menjadi pendukungnya. Kekuasaan/kekuatan yang dimiliki sang pemimpin ini menjadikan orang lain akan tergantung pada apa yang dimiliki sang pemimpin, tanpa itu mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Hubungan ini menjadikan hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, dimana kedua belah pihak sama-sama saling diuntungkan.
memiliki kekuasaan/power yang membuat orang lain menghargai keberadaannya. Tanpa kekuasaan atau kekuatan yang dimiliki sang pemimpin, tentunya tidak ada orang yang mau menjadi pendukungnya. Kekuasaan/kekuatan yang dimiliki sang pemimpin ini menjadikan orang lain akan tergantung pada apa yang dimiliki sang pemimpin, tanpa itu mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Hubungan ini menjadikan hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, dimana kedua belah pihak sama-sama saling diuntungkan.
3.
Wewenang :
Wewenang di sini dapat diartikan sebagai hak yang
diberikan kepada pemimpin untuk fnenetapkan sebuah keputusan dalam melaksanakan
suatu hal/kebijakan. Wewenang di sini juga dapat dialihkan kepada bawahan oleh
pimpinan apabila sang pemimpin percaya bahwa bawahan tersebut mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik, sehingga bawahan diberi
kepercayaan untuk melaksanakan tanpa perlu campur tangan dari sang pemimpin.
4.
Pengikut :
Seorang pemimpin yang memiliki pengaruh, kekuasaaan/power,
dan wewenang tidak dapat dikatakan sebagai pemimpin apabila dia tidak memiliki
pengikut yang berada di belakangnya yang memberi dukungan dan mengikuti apa
yang dikatakan sang pemimpin. Tanpa adanya pengikut maka pemimpin tidak akan
ada. Pemimpin dan pengikut adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan tidak
dapat berdiri sendiri.
Pemimpin
Sejati
Empat
Kriteria Pemimpin Sejati yaitu:
1.
Visioner:
Punyai tujuan pasti dan jelas serta tahu kemana akan
membawa para pengikutnya. Tujuan Hidup Anda adalah Poros Hidup Anda. Andy
Stanley dalam bukunya Visioneering, melihat pemimpin yang punya visi dan arah
yang jelas, kemungkinan berhasil/sukses lebih besar daripada mereka yang hanya
menjalankan sebuah kepemimpinan.
2.
Sukses
Bersama:
Membawa sebanyak mungkin pengikutnya untuk sukses
bersamanya.
Pemimpin sejati bukanlah mencari sukses atau keuntungan hanya bag) dirinya sendiri,
namun ia tidak kuatir dan takut serta malah terbuka untuk mendorong orang-orang yang dipimpin bersama-sama dirinya meraih kesuksesan bersama.
Pemimpin sejati bukanlah mencari sukses atau keuntungan hanya bag) dirinya sendiri,
namun ia tidak kuatir dan takut serta malah terbuka untuk mendorong orang-orang yang dipimpin bersama-sama dirinya meraih kesuksesan bersama.
3.
Mau Terus
Menerus Belajar dan Diajar (Teachable and Learn continuous):
Banyak hal yang harus dipela ari oleh seorang pemimpin
jika ia mau terus survive sebagai pemimpin dan dihargai oleh para pengikutnya.
Punya hati yang mau diajar baik oleh pemimpin lain ataupun bawahan dan belajar
dari pengalaman-diri dan orang-orang lain adalah penting bagi seorang Pemimpin.
Memperlengkapi diri dengan buku-buku bermutu dan bacaan/bahan yang positif juga
bergaul akrab dengan para Pemimpin akan mendorong Skill kepemimpinan akan
meningkat.
4.
Mempersiapkan
Calon-calon Pemimpin Masa depan:
Pemimpin Sejati bukanlah orang yang hanya menikmati
dan melaksanakan kepemimpinannya seorang diri bagi generasi atau saat dia
memimpin saja. Namun, lebih dari itu, dia adalah seorang yang visioner yang
mempersiapkan pemimpin berikutnya untuk regenerasi di masa depan. Pemimpin yang
mempersiapkan pemimpin berikutnya barulah dapat disebut seorang Pemimpin
Sejati. Di bidang apapun dalam berbagai aspek kehidupan ini, seorang Pemimpin
sejati pasti dikatakan Sukses jika ia mampu menelorkan para pemimpin muda
lainnya.
Persyaratan
Pemimpin
Di dalam
Islam seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat:
1.
S1DDIQ
artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan
2.
FATHONAH
artinya jerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan professional
3.
AMANAH
artinya dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel
4.
TABLIGH
artinya senantiasa menyammpaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan
apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.
Di dalam
Alkitab peminipin harus mempunya sifat dasar :
1.
Bertanggung jawab,
2.
Berorientasi pada sasaran,
3. Tegas,
4. Cakap,
5.
Bertumbuh,
6. Memberi
Teladan,
7. Dapat
membangkitkan semangat,
8. Jujur,
9. Setia,
10. Murah
hati,
11. Rendah
hati,
12. Efisien,
13.
Memperhatikan,
14. Mampu
berkomunikasi,
15. Dapat
mempersatukan, serta
16. Dapat
mengajak.
Pada ajaran
Budha di kenal dengan DASA RAJA DHAMMA yang terdiri dari :
1.
DHANA (suka
menolong, tidak kikir dan ramah tamah),
2.
SILA
(bermoralitas tinggi),
3.
PARICAGA
Imengorban segala sesuatu demi rakyat),
4.
AJJAVA
(jujur dan bersih),
5.
MADDAVA
(ramah tamah dan sopan santun),
6.
TAPA
(sederhana dalam penghidupan),
7.
AKKHODA
(bebas dari kebencian dan permusuhan),
8.
AVIHIMSA
(tanpa kekerasan)
9.
KHANTI (sabar, rendah hati, dan pemaaf),
10. AVIRODHA (tidak menentang dan tidak
menghalang-halangi).
Pada ajaran
Hindu, falsafah kepemimpinan dijelaskan dengan istilah-istilah:
1.
PANCA STITI
DHARMENG PRABHU yang artinya lima ajaran seorang pemimpin,
2.
CATUR
KOTAMANING NREPATI yang artinya empat sifat utama seorang pemimpin
3.
ASTA BRATlA
yang artinya delapan sifat mulia para dewa,
4.
CATUR NAYA
SANDHI yang artinya empat tindakan seorang pemimpin, Dalam
Catur Naya Shandi pemimpin harus mempunyai sifat yaitu :
Catur Naya Shandi pemimpin harus mempunyai sifat yaitu :
a.
SAMA /dapat
menandingi kekuatan musuh
b.
BHEDA /dapat
melaksanakan tata tertib dan disiplin kerja
c.
DHANA /dapat
mengutamakan sandang dan papan untuk rakyat
d.
DANDHA /
dapat menghukum dengan adil mereka yang bersalah.
Trait Theory
(Keith Davis)
Ciri Utama
Pemimpin Yang Berhasil :
a.
Intelegensia
b.
Kematangan
Sosial
c.
Inner
Motivation
d.
Human
Relation Attitude
Ciri-Ciri Pemimpin Sukses ( Stogdill; 1974)
Ciri-Ciri Pemimpin Sukses ( Stogdill; 1974)
a.
Adaptable To
Situations
b.
Alert To
Social Environment
c.
Ambitious
And Achievement Oriented
d.
Assertive
e.
Cooperative
f.
Decisive
g.
Dependable
h.
Dominant
(Desire To Influence Others)
i.
Energetic
(High Activity Level)
j.
Persistent
k.
Self-Confident
l.
Tolerant Of
Stress
m.
Willing To
Assujne Responsibility
Skills Pemimpin Sukses (Stogdill; 1974)
Skills Pemimpin Sukses (Stogdill; 1974)
a.
Clever
b.
Conceptually
Skilled
c.
Creative
d.
Diplomatic
And Tactful
e.
Fluent In
Speaking
f.
Knowledgeable
About Group Task
g.
Organized
(Administrative Ability)
h.
Persuasive
i.
Socially
Skilled
Pengertian
Kepemimpinan
Dalam suatu
organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan
titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang
lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha,
1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut
Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian
kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk
dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka
mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela,
penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Dari
pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
1.
Kepemimpinan
melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat
pemimpin dan anggotanya berinteraksi,
2.
Di dalam
kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan oleh
pemimpin, dan
3.
Adanya
tujuan bersama yang harus dicapai.
Dari uraian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu.
Beberapa
pendapat ahli mengenai Kepemimipinan :
1.
Menurut John
Piffner, Kepemimpinan merupakan seni dalam mengkoordinasikan dan
mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki
(H. Abu Ahmadi, 1999:124-125)
mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki
(H. Abu Ahmadi, 1999:124-125)
2.
Kepemimpinan
adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui
proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu
(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
3.
Kepemimpinan
adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti Kepemimpinan) pada kerjasama
dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan
(Jacobs & Jacques, 1990, 281)
(Jacobs & Jacques, 1990, 281)
4.
Kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi
orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
(Slamet, 2002: 29)
(Slamet, 2002: 29)
5.
Kepemimpinan
adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7)
(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7)
6.
Kepemimpinan
adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung
melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu
(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 29)
(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 29)
7.
Kepemimpinan
adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123).
8.
Kepemimpinan
adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,
termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka
meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin,
serta merasa tidak terpaksa.
( Ngalim Purwanto ,1991:26)
( Ngalim Purwanto ,1991:26)
Dari uraian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku Aeseorang atau sekelompok orang untuk meneapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di
dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang
dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengafuhi,
membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tugas
utatna seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya tidak hanya terbatas
pada kemampuannya dalam melaksanakan program-program saja, tetapi lebih dari
itu yaitu pemimpin harus mempu melibatkan seluruh lapisan organisasinya,
anggotanya atau masyarakatnya untuk ikut berperan aktif sehingga mereka mampu
memberikan kontribusi yang posetif dalam usaha mencapai tujuan.
Faktor-faktor
penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan:
1. Pendayagunaan Pengaruh
2. Hubungan Antar Manusia
3. Proses Komunikasi dan
4. Pencapaian Suatu Tujuan.
Unsur-Unsur Mendasar
Unsur-unsur
yang mendasari kepemimpinan dari defmisi-defmisi yang dikemukakan di atas,
adalah:
1.
Kemampuan
mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan).
2.
Kemampuan
mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain atau kelompok.
3.
Adanya unsur
kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Model-Model
Kepemimpinan
Banyak studi
mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai
perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang
kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian
pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan
(followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat
atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin,
maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap
kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi
kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para
pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model
kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para
peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi
dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi
tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan
perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi
keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil
penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan
bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk
dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen
organisasi yang sangat komplek.
Dalam
perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut
sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model
yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan
transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam
pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini
akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai
model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
a.
Model Watak
Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
b.
Model
Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.
c.
Model
Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku
pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua
aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai
hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai
dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan
efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam
organisasinya.
d.
Model
Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
e.
Model
Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.
Prinsip-Prinsip
Dasar Kepemimpinan
Karakteristik
seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai
berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup :
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya,
beJajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai
pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan :
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpjn dengan
prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi
pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif : Setiap
orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan
pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu
dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin hams
dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak
ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin haras dapat menunjukkan energi
yang positif, seperti;
a. Percaya pada orang lain :
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk
staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan
pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan
kepedulian.
staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan
pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan
kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan :
Seorang pemimpin haras dapat menyeimbangkan tugasnya.
Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
:
Kata 'tantangan' sering diinterpretasikan negatif.
Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala
konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan,
mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung
pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan
kebebasan.
d. Sinergi :
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi
dan satu katalis perubahan, Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan
lainnya. Sinergi
adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja
kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang,
atasan, staf, teman sekerja.
adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja
kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang,
atasan, staf, teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri :
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri
sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi
pada proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen
yang berhubungan dengan:
1. Pemahaman materi;
2. Memperluas materi melalui belajar
dan pengalaman;
3. Mengajar materi kepada orang lain;
4. Mengaplikasikan prinsip-prinsip;
5. Memonitoring hasil;
6. Merefleksikan kepada hasil;
7. Menambahkan pengetahuan baru yang
diperlukan materi;
8. Pemahaman baru; dan
Kembali menjadi diri sendiri lagi.
PENDEKATAN-PENDEKATAN
STUDI KEPEMIMPINAN
Untuk
mempelajari kepemimpinan menggunakan tiga pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan pertama bahwa
kepemimpinan itu tumbuh dari bakat
2. Pendekatan kedua kepemimpinan tumbuh
dari perilaku. Kedua pendekatan diatas berasumsi bahwa seseorang yang memiliki
bakat yang cocok atau memperlihatkan perilaku yang sesuai akan muncul sebagai
pemimpin dalam situasi kelompok ( organisasi ) apapun yang ia masuki.
3. Pendekatan yang ketiga bersandar
pada pandangan situasi ( situasionar perspective ) pandangan ini berasumsi
bahwa kondisi yang menentukan efektifitas pemimpin. Efektifitas pemimpin
bervareasi menurut situasi tugas yang harus diselesaikan, keterampilan dan
pengharapan bawahan lingkungan organisasi dan pengalaman masa lalu pemimpin dan
bawahan. Dalam situasi yang berbeda prestasi seorang pemimpin berbeda pula,
mungkin lebih baik atau lebih buruk. Pendekatan ini memunculkan pendekatan
kontingensi yang menentukan efektifitas situasi gaya pemimpin.
Pendekatan Sifat Kepemimpinan
Dalam pendekatan
sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan, pemimpin bukan dibuat.
Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun).
Pendekatan secara turun-temurun bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat,
pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari
menerima warisan, sehingga menjamin kepemimpinan dalam garis turun-temurun
dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan kesejahteraan
dapat dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis
keturunan keluarga yang saat itu berkuasa. Kemudian timbul teori baru yaitu
“Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagi bahwa
pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga setiap orang mempunyai potensi
untuk menjadi pemimpin. Para ahli umumnya memiliki pandangan perlunya seorang
pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan
pendekatan sifat.
Sifat-sifat
kepemompinan itu mencangkup :
1. Pengetahuan
2. Kecerdasan
3. Imajinasi
4. Kepercayaan diri
5. Integrasi
6. Kepandaian berbicara
7. Pengendalian dan keseimbangan mental
dan emosional
8. Pergaulan sosial dan persahabatan
9. Dorongan
10. Antusiasme, dan
11. Keberanian
Adapun sifat-sifat yang baik yang
harus dimiliki seorang pemimpin yaitu:
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Cakap, cerdik dan jujur
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Tegas, berani, disiplin dan efisien
5. Bijaksana dan manusiawi
6. Berilmu
7. Bersemangat tinggi
8. Berjiwa matang dan berkemauan keras
9. mempunyai motivasi kerja tinggi
10. Mampu berbuat adil
11. Mampu membuat rencana dan keputusan
12. Memiliki rasa tanggung jawab yang
besar
13. Mendahulukan kepentingan orang lain.
Pendekatan
perilaku Kepemimpinan
Pendekatan
perilaku adalah : keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya
bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan.
Dalam
pendekatan perilaku ini secara berturut-turut akan diuraikan beberapa gaya
kepemimpinan, antara lain :
- Studi kepemimpinan Universitas Iowa
- Studi kepemimpinan Universitas Ohio
- Studi kepemimpinan Universitas Michigan
- Menegerial grid
- Empat system managemen
- Teori x dan teori y
1. Menurut
IOWA kepemimpinan ada 3, yaitu :
- Kepemimpinan gaya otoriter ( Agarwal )
- Kepemimpinan gaya demokratis ( Herbert G. Hiks dan Ray C. Gullett )
- Kepemimpinan gaya liberal ( C. G. Brown )
2. Menurut
OHIO kepemimpinan ada 2, yaitu:
- Kepemimpinan menurut struktur tugasnya
- Kepemimpinan menurut tenggang rasa
3. Menurut
MICHIGAN kepemimpinan ada 2, yaitu:
- Kepemimpinan terpusat pada pekerjaan
- Kepemimpinan terpusat pada pegawai
4. Menurut
"Managerial Gird" kepemimpinan ada 2,yaitu:
- Kepemimpinan yang perhatiannya terpusat pada produksi
- Kepemimpinan yang perhatiannya teerpusat pada orang
5. Empat
Sistem Manajemen perilaku pemimpinan ada 2, yaitu:
- Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
- Kepemimpinan yang berorientasi pada orang
Menurut
Rensis Likert gaya kepemimpinan terbagi atas 4 macam, yaitu :
- Otokratis pemerasan
- Otokratis bijak
- Kepemimpinan konsultasi
- Kepemimpinan peran serta kelompok
6. Teori X
dan Y
Teori X dan
Teori Y dari Mc Gregor
Teori
prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y
dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana
para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan
terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini
menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka
bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan
perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam
bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat
bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B. Teori Y
Teori ini
memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara
ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja
sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki
dalam bekerja.
Penelitian
teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi
kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur. Teori Z
dapat anda baca di artikel lain di situs organisasi.org ini. Gunakan fasilitas
pencarian yang ada untuk menemukan apa yang anda butuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar